Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menolak untuk membatalkan kunjungan studi banding DPR ke luar negeri. Sementara FPAN dan FPDIP telah setuju untuk membatalkan kunjungan ke luar negeri.
PKS memang memberikan bantuan Rp 1 miliar untuk korban Merapi. Tapi sikap FPKS di DPR ini menimbulkan banyak kritik. Ada apa dengan PKS? Masihkah jargon 'peduli' melekat pada partai ini?
"Saya juga heran. Biasanya partai ini paling peduli dengan isu-isu populis. Seperti tanggap bencana. Itu pencitraan yang positif, sejak zaman Partai Keadilan, itu yang mereka lakukan," ujar pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya kepada detikcom, Jumat (29/10/2010).
Yunarto menduga ada degradasi sejak partai ini mengusung keterbukaan dan terbuka untuk semua. PKS tidak lagi memegang nilai ideologis yang kuat, yang selama ini menjadi ciri khas sekaligus menjadi nilai jual pada critical voter yang menginginkan perubahan. PKS seolah-olah belum menemukan fokus mereka.
"Proses perubahan ini tidak saja menjadi partai yang terbuka, tetapi ada degradasi," terang dia.
Yunarto menjelaskan dugaan akan adanya beberapa faksi atau kubu di jajaran pimpinan PKS makin besar. Yunanto menyebut ada faksi keadilan yang diisi oleh Hidayat Nur Wahid dan para tokoh senior PKS. Di faksi lain ada faksi sejahtera yang diisi Fahri Hamzah, Anis Matta dan tokoh-tokoh muda lainnya.
"Untuk faksi sejahtera ini cenderung terbawa pragmatis dan mengikuti pragmatisme sebagai politisi di DPR. Karena itu untuk beberapa hal terlihat perbedaan yang sangat ekstrem," tambah dia.
Menurut Yunarto sangat disayangkan jika PKS meninggalkan ideologinya. Hal ini akan membuat para pemilih PKS yang berasal dari critical voter seperti mahasiswa dan golongan intelektual berpaling. Termasuk kader PKS di tingkat akar rumput yang masih sangat militan.
"Sayang sekali untuk partai sekelas PKS yang memiliki basis massa yang kuat," terang dia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar