Peran Corporate Social Responsibility dalam Pembentukan Citra Perusahaan
02.19.2011 · Posted in Hubungan Eksternal
Latar Belakang
Wacana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social
Responsibility) yang kini menjadi isu sentral yang semakin populer dan
bahkan ditempatkan pada posisi yang terhormat. Karena itu kian banyak
pula kalangan dunia usaha dan pihak-pihak terkait mulai merespon wacana
ini, tidak sekedar mengikuti tren tanpa memahami esensi dan manfaatnya.
Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan
keberlanjutan (sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai
sarana biaya (cost centre) melainkan sebagai sarana meraih keuntungan
(profit centre). Program CSR merupakan komitmen perusahaan untuk
mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Disisi lain masyarakat mempertanyakan apakah perusahaan
yang berorientasi pada usaha memaksimalisasi keuntungan-keuntungan
ekonomis memiliki komitmen moral untuk mendistribusi
keuntungan-keuntungannya membangun masyarakat lokal, karena seiring
waktu masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan
barang dan jasa yang diperlukan, melainkan juga menuntut untuk
bertanggung jawab sosial.
Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari
konsep tata kelola perusahaan yang baik (Good Coporate Governance).
Diperlukan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)
agar perilaku pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk dengan
mengatur hubungan seluruh kepentingan pemangku kepentingan
(stakeholders) yang dapat dipenuhi secara proporsional, mencegah
kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan memastikan
kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.
Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk
mengembangkan masyarakat yang sifatnya produktif dan melibatkan
masyarakat didalam dan diluar perusahaan baik secara langsung maupun
tidak langsung, meski perusahaan hanya memberikan kontribusi sosial yang
kecil kepada masyarakat tetapi diharapkan mampu mengembangkan dan
membangun masyarakat dari berbagai bidang.
Kesadaran menjadi kondisi ideal dalam konteks pemberdayaan masyarakat
yang sering diimplementasikan dalam bentuk program CSR merupakan
aktivitas yang lintas sektor dan menjadi modal sosial yang harus
dioptimalkan memlalui mekanisme kemitraan yang berperan meningkatkan
sosio-ekonomi masyarkat dan komunitas lokal yang berada di sekitar
perusahaan. Program ini diimplementasikan dan diarahkan untuk
memperbesar akses masyarakat dalam mencapai sosio-ekonomi yang lebih
baik bila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pembangungan
sehingga masyarakat ditempat tersebut diharapkan lebih mandiri dengan
kualitas kehidupan dan kesejahteraanya yang lebih baik dengan
tercapainya sasaran kapasitas masyarakat dan sasaran kesadaran. Sasaran
kapasitas masyarakat harus dapat dicapai melalui upaya pemberdayaan
(empowerment) agar anggota masyarakat dapat ikut dalam proses produksi
atau institusi penunjang dalam proses produksi, kesataraan (equity)
dengan tidak membedakan status dan keahlian, keamanan (security),
keberlanjutan (sustainability) dan kerjasama (cooperation).
Kegiatan CSR penting dalam upaya membangun citra dan reputasi
perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan baik dari
konsumen maupun mitra bisnis perusahaan tersebut.
Pembahasan
Definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable
Development adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku
etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,
seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas
lokal dan masyarakat luas. Definisi lain, CSR adalah tanggung jawab
perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan
stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial dan lingkungan, di
samping ekonomi (Warta Pertamina, 2004).
Sedangkan
Petkoski dan Twose (2003) mendefinisikan CSR sebagai komitmen bisnis
untuk berperan untuk mendukung pembangunan ekonomi, bekerjasama dengan
karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat luas, untuk
meningkatkan mutu hidup mereka dengan berbagai cara yang menguntungkan
bagi bisnis dan pembangunan.
Dalam prinsip responsibility, penekanan yang signifikan diberikan pada
kepentingan stakeholders perusahaan. Di sini perusahaan diharuskan
memperhatikan kepentingan stakeholders perusahaan, menciptakan nilai
tambah (value added) dari produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan,
dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya. Sedangkan
stakeholders perusahaan dapat didefinisikan sebagai pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Termasuk di dalamnya
adalah karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat, lingkungan sekitar, dan
pemerintah sebagai regulator. CSR sebagai sebuah gagasan, perusahaan
tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single
bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan
dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines
lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena
kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh
secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan
terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan
hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di
berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang
dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan
hidupnya (Idris,
2005).
Perusahaan-perusahaan yang memiliki reputasi bagus, umumnya menikmati
enam hal. Pertama, hubungan yang baik dengan para pemuka masyarakat.
Kedua, hubungan positif dengan pemerintah setempat. Ketiga, resiko
krisis yang lebih kecil. Keempat, rasa kebanggaan dalam organisasi dan
di antara khalayak sasaran. Kelima, saling pengertian antara khalayak
sasaran, baik internal maupun eksternal. Dan terakhir, meningkatkan
kesetiaan para staf perusahaan (Anggoro,
2002). Ada tiga alasan penting mengapa
kalangan dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab
sosial sejalan dengan operasi usahanya :
Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya
wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan
mesti menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan
masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya
imbal balik atas penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan ekploratif, di
samping sebagai kompensasi sosial karena timbulnya ketidaknyamanan
(discomfort) pada masyarakat, semua ini diimplementasikan karena memang
ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksa karena adanya market
driven. Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi
tren seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global
terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan
memperhatikan kaidah-kaidah sosial.
Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan
yang bersifat simbiosa mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari
masyarakat, setidaknya license to operate, wajar bila perusahaan juga
dituntut untuk memberikan kontibusi positif kepada masyarakat sehingga
bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan
performa perusahaan. Implementasikan program karena memang ada dorongan
yang tulus dari dalam (internal driven), perusahaan telah menyadari
bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk
menciptakan keuntungan (profit) demi kelangsungan bisnisnya, melainkan
juga tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara
untuk meredam bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu
bisa berasal akibat dampak operasional perusahaan ataupun akibat
kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan
komponen perusahaan, dan dipraktekkan lebih karena faktor eksternal
(external driven). Hampir bisa dipastikan implementasi adalah sebagai
upaya dalam konteks kehumasan (public relation) merupakan kebijaksanaan
bisnis yang hanya bersifat kosmetik.
Membangun Citra Perusahaan Melalui Program CSR
CSR dan Citra Korporat
Dalam News Of PERHUMAS (2004) disebutkan, bagi suatu perusahaan,
reputasi dan citra korporat merupakan aset yang paling utama dan tak
ternilai harganya. Oleh karena itu segala upaya, daya dan biaya
digunakan untuk memupuk, merawat serta menumbuhkembangkannya. Beberapa
aspek yang merupakan unsur pembentuk citra & reputasi perusahaan
antara lain; (1) kemampuan finansial, (2) mutu produk dan pelayanan, (3)
fokus pada pelanggan, (4) keunggulan dan kepekaan SDM, (5) reliability,
(6) inovasi, (7) tanggung jawab lingkungan, (8) tanggung jawab sosial,
dan (9) penegakan Good Corporate Governance
(GCG).
Arus globalisasi telah memicu dinamika lingkungan usaha ke arah semakin
liberal, sehingga mendorong setiap entitas bisnis melakukan perubahan
pola usaha melalui penerapan nilai-nilai yang ada dalam prinsip GCG,
yakni: fairness, transparan, akuntabilitas dan responsibilitas, termasuk
tanggung jawab terhadap lingkungan, baik fisik maupun sosial.
Berdasarkan pertimbangan nilai dan prinsip GCG, maka dalam rangka
meningkatkan citra dan reputasi dan sebagai upaya untuk menunjang
kesinambungan investasi, setiap enterprise memerlukan tiga hal:
1. Adil (fair) kepada seluruh stakeholders (tidak hanya kepada shareholders).
2. Proaktif (juga), berperan sebagai agent of change dalam pemberdayaan masyarakat di daerah operasi.
3. Efisien, berhati-hati dalam pengeluaran biaya yang sia-sia terutama
untuk penyelesaian masalah yang timbul dengan stakeholders fokus di
sekitar daerah operasi.
Corporate Social Responsibility (CSR) telah diuraikan terdahulu bahwa
sebagai suatu entitas bisnis dalam era pasar bebas yang sangat liberal
dan hyper competitive, perusahaan-perusahaan secara komprehensif dan
terpadu melakukan best practices dalam menjalankan usahanya dengan
memperhatikan nilai-nilai bisnis GCG, termasuk tanggung jawab terhadap
lingkungan, baik fisik (berkaitan dengan sampah, limbah, polusi dan
kelestarian alam) maupun sosial kemasyarakatan. Tanggung jawab
perusahaan terhadap lingkungan diejawantahkan dalam kebijakan Kesehatan
Keselamatan Kerja & Lindungan Lingkungan (K3LL) dan program Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).
Berdasarkan sifatnya, pelaksanaan program CSR dapat dibagi dua, yaitu :
1. Program Pengembangan Masyarakat (Community Development/CD); dan
2. Program Pengembangan Hubungan/Relasi dengan publik (Relations
Development/RD). Sasaran dari Program CSR (CD
& RD) adalah: (1) Pemberdayaan SDM lokal (pelajar, pemuda dan
mahasiswa termasuk di dalamnya); (2) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
sekitar daerah operasi; (3) Pembangunan fasilitas sosial/umum, (4)
Pengembangan kesehatan masyarakat, (5) Sosbud, dan
lain-lain.
Seminar “Corporate-Stakeholder Partnership: Toward Productive
Relations” yang diadakan Lead Indonesia bekerjasama dengan Labsosio
FISIP UI di Jakarta, 14 Juni 2005 (dalam www.lead.or.id, 2005),
menyimpulkan beberapa hal berkaitan dengan pembentukan citra perusahaan
yaitu: perlunya kemitraan, siapa saja stakeholders, tiga skenario
kemitraan, prasyarat kemitraan yang sukses, dan peran pemerintah dan
masyarakat. Pembahasan tersebut menunjukkan bahwa lingkungan bisnis dan
sosial yang berubah menuntut perubahan paradigma dan tindakan. Dalam hal
ini melihat semakin mendesaknya pengembangan kemitraan yang otentik dan
produktif antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat untuk mencapai
pembangunan yang adil serta berkelanjutan secara sosial dan lingkungan,
berikut penjelasannya:
Mengapa Perlu Kemitraan
Kemitraan (partnership) antara korporasi dengan stakeholders menjadi
suatu keharusan dalam lingkungan bisnis yang berubah. Pola konvensional
”business as usual” telah menghasilkan keadaan negatif seperti
terdesaknya kepentingan publik (“enlightened common interests”),
kelangkaan barang jasa publik, dan pencemaran lingkungan. Demikian pula
berbagai dinamika sosial yang muncul seperti reformasi, demokratisasi
dan desentralisasi menghasilkan stakeholders dan masyarakat yang semakin
kiritis. Mereka berupaya meningkatkan taraf hidupnya serta memposisikan
diri sebagai subyek dan mitra yang setara. Dalam hal ini, korporasi
perlu menginternalisasi masalah eksternal perusahaan secara terencana
sehingga dapat mencegah kekagetan dan krisis yang dapat mengancam
keberlangsungan kegiatan dan keberadaan
korporasi.
Kemitraan dapat menghasilkan solusi antara argumen yang menekankan
market atau profit (“the business of business is business” yang
memprioritaskan shareholders) dengan argumen moral (atau Corporate
Social Responsibility atau CSR yang memperhatikan stakeholders). Dalam
hal ini stakeholders termasuk lingkungan yang “diam” (“silent”
stakeholders atau flora dan fauna ). Dengan kata lain, kemitraan
merupakan suatu investasi—bukan cost—dan dapat menghasilkan win-win
solution atau sinergi yang menghasilkan keadilan bagi masyarakat dan
keamanan berusaha serta keserasian dengan lingkungan.
Kesimpulan
- Program CSR merupakan komitmen perusahaan untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
- Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari
konsep tata kelola perusahaan yang baik (Good Coporate Governance).
Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk
mengembangkan masyarakat yang sifatnya produktif dan melibatkan
masyarakat didalam dan diluar perusahaan baik secara langsung
maupun tidak langsung, meski perusahaan hanya memberikan kontribusi
sosial yang kecil kepada masyarakat tetapi diharapkan mampu
mengembangkan dan membangun masyarakat dari berbagai bidang.
- Kegiatan CSR penting dalam upaya membangun citra dan reputasi
perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan baik dari
konsumen maupun mitra bisnis perusahaan tersebut.
- Sasaran dari Program CSR adalah: (1) Pemberdayaan SDM lokal
(pelajar, pemuda dan mahasiswa termasuk di dalamnya); (2)
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat sekitar daerah operasi; (3)
Pembangunan fasilitas sosial/umum, (4) Pengembangan kesehatan
masyarakat, (5) Sosbud, dan lain-lain.
- Kemitraan (partnership) antara korporasi dengan stakeholders menjadi
suatu keharusan dalam lingkungan bisnis yang berubah. Dalam hal
ini, korporasi perlu menginternalisasi masalah eksternal perusahaan
secara terencana sehingga dapat mencegah kekagetan dan krisis yang
dapat mengancam keberlangsungan kegiatan dan keberadaan korporasi.
- Kemitraan dapat menghasilkan solusi antara argumen yang menekankan
market atau profit (“the business of business is business” yang
memprioritaskan shareholders) dengan argumen moral (atau Corporate
Social Responsibility atau CSR yang memperhatikan stakeholders).