Kamis, 30 September 2010

Jembatan Suramadu hasilkan Rp 400 juta per hari

     Jakarta - Sejak beroperasi pada 10 Juni 2010, kini Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) memiliki omset sebesar 400 juta per hari. Keberadaan jembatan ini telah mendorong pertumbuhan ekonomi di Madura. Karena tercatat 10 ribu kendaraan per hari melintasi jembatan tersebut.


"Setiap hari jembatan Suramadu menghasilkan uang cash sebesar Rp 400 juta," kata Kepala Pusat Data, Kementerian Pekerjaan Umum, Danis H. Sumadilaga dalam acara Lokakarya Kondisi Bahaya Geologi Dalam Pembangunan Selat Sunda di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (30/9/2010).


Danis menilai, keberadaan jembatan sepanjang 5 kilometer ini telah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi Madura. Hal ini terlihat dari jumlah kendaraan yang menyeberang dari pulau Jawa ke Madura melalui jembatan ini. Berdasarkan catatan yang ada, dalam sehari terdapat 10 ribu kendaraan melintas melalui jembatan Suramadu. Sementara 3 ribu kendaraan menyeberang melalui kapal Ferry.


Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.395/KPTS/M/2009 tanggal 10 Juni 2009 menyebutkan tarif tol Jembatan Suramadu berkisar Rp 3.000-Rp 90.000.


Untuk Golongan I dikenakan tarif Rp30 ribu, Golongan II Rp 45 ribu, Golongan III Rp 60.000, Golongan IV Rp 75.000, dan Golongan V Rp 90.000, sedangkan Golongan VI (kendaraan roda dua) Rp 3.000.


"Sebelum ada jembatan ini, jumlah kendaraan yang menyeberang ke Madura hanya 6-7 ribu kendaraan," katanya.


Melihat kondisi tersebut, Danis menilai pembangunan Jembatan Selat Sunda harus segera direalisasikan. Jembatan sepanjang 30 kilometer tersebut diprediksi akan menjadi koridor ekonomi utama yang menghubungkan Jawa dan Sumatera.


"Rencananya jembatan ini akan terhubung oleh jalan tol Sumatera dan Jawa. Serta dilengkapi dengan kereta api untuk meningkatkan arus penyeberangan," tambahnya.


Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, R Sukyar menilai pemerintah harus lebih berhati-hati dalam pembangunan jembatan Selat Sunda dibandingkan Jembatan Suramadu.


"Iya harus hati-hati. Kalau jembatan Suramadu kan relatif lebih aman. Ini karena Jembatan Selat Sunda lebih panjang dan potensi bahaya geologinya banyak," jelas Sukyar.


Menurut dia, posisi kawasan Selat Sunda yang terletak pada zona peralihan tektonik aktif antara Sumatera dan Jawa. Kerawanan ini dicerminkan oleh terjadinya bencana geologi di wilayah ini seperti gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, dan gerakan tanah.


"Itu memang butuh kontruksi khusus. Kalau memang memang pernah terjadi 8 skala richter maka itu konstruksinya harus dipersiapkan untuk antisipasi gempa sebesar itu," paparnya.




Tidak ada komentar: