Rabu, 12 Oktober 2011

Bernalar yang baik

Ketika mendapat tugas softskill untuk menulis suatu artikel dengan tema "Menulis adalah Proses Bernalar" saya langsung membuka halaman google untuk mencari pencerahan. Banyak link-link yang menjelaskan karya tulis, jenis-jenis karya tulis maupun definisi'a.
Padahal menurut logika saya karya tulis itu diambil dari kata karya dan tulis.

karya = karya
tulis = tulis
Jadi karya tulis merupakan karya dalam bentuk tulisan. Se"simple" itukah? hehe

Setelah berkonsultasi dengan mbah google, dan menepi di gunung selama 3 hari (hoho) saya mendapati suatu pemikiran lain, bahwa karya tulis merupakan suatu bentuk ide dan pemikiran yang dituangkan dalam bentuk tulisan untuk menyampaikan suatu informasi yang diinginkan oleh penulis.
Mungkin ada baiknya sebelum mengerti dunia karya tulis kita masuk ke dunia peramalan. hehe
Anda pernah diramal?
Biasanya peramal akan meramal diri anda melalui media tangan anda.
Walaupun saya cuma anak akuntansi bukan berarti saya tidak bisa meramal (hehe)
Sebenarnya kita bisa meramal seorang penulis dari karya tulis'a.
Jika karya tulis'a berhubungan dengan resep masakan, maka penulisnya sudah pasti sering memasak dan mengerti dunia penggorengan
Jika karya tulis'a berhubungan dengan dunia wisata/adventure maka penulis'a pasti orang yang suka menjelajah dan jalan-jalan.
Intinya kita bisa meramal pribadi seorang penulis dari karya tulisnya. Darimana memahaminya? Dari penalaran, pemahaman, dan pandangan penulisnya.

Sehingga yang menjadi sorotan dalam suatu karya tulis adalah ekspektasi penalaran yang ingin diungkapkan, karena dalam membuat suatu karya tulis seorang penulis pasti mengeluarkan analisis, daya pikir, logika, dan emosinya.

Saya membaca suatu berita di www.detikcom , bahwa karya tulis diharapkan mampu mengubah paradigma seorang teroris. Lebih lengkapnya berita tersebut sbb :
Teroris Bisa Dicuci Otak Lewat Karya Tulis
Jakarta - Pembinaan terhadap pelaku terorisme bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan membuat karya tulis.

Menurut pemerhati teroris Mardigu WP, cara ini terbukti efektif di China ketika pemerintahnya mendoktrin soal komunisme.

"Kalau mereka dipenjara 3 tahun, mereka akan disuruh membuat karya tulis sampai tulisannya bagus dan sesuai keinginan pemerintah," kata Mardigu saat berbincang lewat telepon, Kamis (20/8/2009).

Ia menambahkan, para terpidana tersebut tidak akan dibebaskan sebelum dinyatakan 'lulus'. Teknik doktrin seperti ini diharapkan efektif dalam menangani pola pikir para teroris.

"Kalau sudah disuruh membuat tulisan berulang-ulang, mereka dipaksa memikirkan sebuah keindahan yang baru," jelasnya.

Jika diterapkan di Indonesia, ia menilai harus diimbangi dengan fasilitas penunjang yang memadai. Terutama soal pemisahan penjara bagi pelaku terorisme dengan kriminal lainnya.

"Idealnya dibagi 3, penjara narkoba, penjara kriminal biasa dan teroris," kata ahli hipnoterapis yang pernah dilibatkan dalam penanganan teroris ini.

Tidak ada komentar: